Thursday, August 31, 2017

Cerpen Tentang Ayah Dan Anak

AYAH DAN ANAK
 (Bjornsteme Bjornson)

Lelaki yang diceritai dalam kisah ini adalah seorang yang berpengaruh dan paling dan paling kaya di desanya. Namanya Thord Overaas. Ia muncul di rumah pendeta pada suatu hari. Tubuhnya tinggi dan dia tampak bersungguh-sungguh.


“Aku  baru saja memiliki seorang putera,” katanya, “dan aku ingin agar ia dipermandikan.”

“Akan diberi nama apa dia?”

Finn-seperti nama ayahku.”

“Para saksinya?”

Ia menyebutkan sederetan nama yang merupakan tetangga terdekatnya di desa itu.

“Ada lagi yang lain?”

Petani itu ragu sejenak.

“Aku ingin agar ia dipermandikan secara khusus, seorang diri,” ujarnya.

“Dalam minggu ini?”

Cerpen Tentang Ayah Dan Anak
“Sabtu depan, pukul dua belas siang.”

“Ada lagi yang ingin kau katakan?” tanya pendeta.

“Tidak ada,” lalu ia menyentuh topinya, seolah – olah akan pergi.

Pendeta bangkit berdiri. Ia menghampiri Thord, memegang tangannya, dan menatap lekat dengan matanya, “ Tuhan menganugerahkan anak ini sebagai berkah untukmu!”

“Sungguh, kau tampak awet muda, Thord,” kata pendeta saat melihat bahwa tak ada yeng berubah dalam penampilan Thord

“Itu karena aku tak punya masalah,” jawab Thord.

Pendeta tak berkata apapun, kemudian ia bertanya, “Apa yang membuatmu kemari malam ini?”

“Aku datang sehubungan dengan puteraku yang akan mengikuti wisudah sekolah gereja besok.”

“Ia anak yang cerdas.”

“Aku ingin tahu pada urutan keberapa ia akan mendampat giliran berdiri di gereja besok.”

“Ia akan berdiri di sana pada urutan pertama.”

“Aku kini sudah mengetahuinya. Ini uang sepuluh dolar untuk Pak Pendeta.”

“Ada lagi yang bisa kubantu?” tanya pendeta.

“Tak ada.” Thord beranjak pergi.

***

Delapan tahun telah berlalu dan pada suatu hari terdengan suara ribut di luar rumah pendeta ketika beberapa orang datang mendekat. Thord berada paling depan, ia masuk pertama kali.

Pendeta menatapnya dan mengenalinya

“Kau tampak sehat, Thord,” ujarnya.

“Aku ingin mengumumkan pernikahan puteraku dengan Karen Storliden, anak perempuan Gudmund, yang berdiri di sampingku.”

“Ia akan menjadi gadis yang paling kaya di desa ini.”

“Begitulah.” Jawab petani itu seraya mengelus rambutnya dengan sebelah tangan.”

Pendeta duduk berdiam diri sejenak seraya berpikir, lalu ia menuliskan nama-nama itu dalam bukunya tanpa berkomentar, dan mereka menandatanganinya. Thord meletakan uang tiga dolar di atas meja.

“Cukup satu dolar,” kata pendeta.

“Kali ini kali ketiga kau datang untuk puteramu, Thord,”

“Tapi kini aku telah menyelesaikan tugasku.” ujar Thord, ia berpamitan dan pergi keluar. Orang – orang itu perlahan – lahan mengikutinya.

Esok malamnya, sang ayah dan anak berdayung melintasi danau menuju kediaman keluarga Storliden untuk menyusun acara pernikahan.

“Penghalang ini tidak aman,” kata si anak dan berdiri untuk meluruskan tempat duduknya.

Pada saat bersamaan papan tempatnya berpijak terlepas, ia mencoba menjaga keseimbangan, namun kemudian terjatuh ke danau diiringi sebuah pekikan.

“Berpeganglah pada dayung,” seru ayanya. Ia menjulurkan tubunya dan mengulurkan dayung. Ketika anaknya mencoba bergerak, tubuh pemuda itu mengejang kaku.

“Tunggu sebentar!” teriak sang ayah dan mulai mendayung mendekati anaknya. Anak itu hanya mampu menatap ayahnya dengan sebuah tatapan panjang, lalu perlahan-lahan tenggelam.

Thord tak mempercayai kenyataan itu. Ia mencengkeram ujung perahu dan menatap titik di mana anaknya tenggelam, seolah-olah ia merasa yakin bahwa tubuh itu akan kembali muncul di permukaan danau. Terlihat gelembung-gelembung udara dan akhirnya lingkaran lebar yang kemudian menghilang, lalu danau itu kembali tenang seperti cermin.

Selama tiga hari tiga malam orang-orang melihat sang ayah berdayung mengelilingi tempat itu tanpa makan dan tidur. Ia mencari mayat anaknya. Pada suatu pagi di hari keempat ia menemukannya dan membopong mayat itu ke bukit, ke ladangnya.

Sekitar setahun setelah itu, di sebuah malam yang larut di musim gugur, pendeta mendengar suara seorang di luar rumahnya. Ia membuka pintu, dilihatnya seorang lelaki bertubuh tinggi kurus dengan sosok agak bungkuk dan rambut memutih. Pendeta lama menatap sosk itu sebelum berhasil mengenalinya. Ia adalah Thord.

“Apakah kau bisa pergi di larut malam?” tanya pendeta.

“Ya, ini memang sudah larut malam,” ujar Thord, ia lalu duduk.

Pendeta ikut duduk, menunggu. Kesunyian yang panjang melingkupi mereka. Akhirnya Thord berkata, “Aku ada sedikit yang ingin kudermakan  pada orang-orang miskin. Aku ingin menjadinya sedekat atas nama puteraku.”

Ia bangkit dan menaruh sejumlah uang di atas meja, kemudian duduk kembali. Pendeta menghitungnya.

“Ini banyak sekali.”

“Itu setengah dari harga ladangku. Aku menjualnya hari ini.”

Pendeta duduk berdiam diri cukup lama. Lau ia bertanya lembut,” Apa yang akan kau lakukan selanjutnya Thord?

“Sesuatu yang lebih baik.”

Mereka duduk di sana untuk beberapa saat. Thord dengan pandangan tertunduk  dan pendeta dengan sepasang mata terpaku pada lelaki itu. Kemudian pendeta berkata dengan perlahan-lahan dan lembut. “Kukira pada akhirnya puteramu telah membawa berkah sejati untukmu.”

“Ya, kukira memang begitu,” ucap Thord. Ia menatap wajah pendeta, dua tetes air mata berlindang membasahi pipinya.


Bjomstjeme Bjomson (1832-1910). Peraih Hadiah Nobel Sastra 1903. Ia dikenal dengan sajak-sajaknya yang anggun dan penuh daya hidup, selain berbagai karya prosanya. Karya-karyanya meliputi naskah drama, Norwegia ini adalah A Gauntlet (1883). Dalam cerpen-cerpennya, ia banyak berkisah tentang petani di pedesaan kawasan Skandinavia.

RENCANAKAN SEGALANYA KECUALI MATI 

0 komentar:

Post a Comment

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com